Senin, 15 Juni 2015

perkembangan kemampuan membaca


Perkembangan Kemampuan Membaca


1.    Pengertian Membaca
Beberapa definisi membaca:
a.    Proses untuk menerjemahkan kode-kode visual ke dalam bahasa pengucapan yang bermakana (Mayer, 2008; Christopher, dkk., 2000).
b.    Suatu proses yang kompleks, yang melibatkan berbagai macam fungsi kognitif {perhatian, konsentrasi, asosiasi, decoding, pemahaman verbal, dan intelegensi umum} (sattler, 1998).
c.    Suatu keterampilan kompleks, yang terdiri atas berbagai komponen proses {identifikasi kombinasi huruf hingga membentuk kata} yang harus dilakukan (LaBerge dan Samuels; Fuchs, Hops & Jenkins, 2001).
d.   Proses yang bersifat bottom-up (diawali pengenalan tampilan huruf yang menyusun kata, mengeja rangkaian huruf, mengucapkan/menerjemahkan rangkaian huruf menjadi sebuah kata/phonological coding, dan mengidentifikasi kata/lexical access untuk memahami arti dari kata yang dibacanya). (Taguchi, dkk., 2006).

2.    Tujuan Proses membaca:
a.    Menerima atau memahami pesan yang terkandung dalam tulisan/teks.
b.    Mampu berkomunikasi dengan baik.

3.    Tahapan perkembangan membaca (Chall, 1979)
a.    Tahap 0: Prereading (Pattern Recognition) adalah tahapan yang dialami anak prasekolah yang ditandai dengan anak pura-pura membaca.
b.    Tahap 1: Discovery of Alphabet Principle/Decoding stage adalah tahap membaca yang anak mampu merepresentasikan ungkapan yang disuarakan.
c.    Tahap 2: Development of Automaticity (Ungluing from Print) adalah tahap anak belajar menghubungkan teks bacaan dengan pengucapan, bahkan dari teks ke ide, atau pemikiran baru.
d.   Tahap 3: Incorperation of Learning Subroutines (Reading for Learning the New) membaca untuk belajar.
e.    Tahap 4: Taking Multiple View Points during Reading adalah kemampuan membandingkan dua atau lebih sudut pandang berdasarkan perbandingan artikel yang dibaca.
f.     Tahap 5: Reading for Building & Testing Personal Theory adalah memanifestasiakn tulisan hasil penelitian atau karya ilmiah.

4.      Kemampuan Membaca Anak
a.    Berdasarkan keterampilan yang telah dikuasai sebelumnya, yaitu: Language Decoding, Language Comprehension, Linguistic Knowledge, Lexical Knowledge, dan Backgroind Knowledge.
b.    Berdasarkan kemampuan berbahasa anak secara umum, yaitu: jumlah kosakata yang dikuasai oleh anak, kemampuan berbicara (secara oral), dan pemahaman verbal anak (Lerkkanen, dkk., 2004). Predikator yang sangat penting bagi kemampuan mambaca anak adalah pengetahuan tentang huruf dan Phonological Awareness (kemampuan seseorang untuk memahami struktur suara atau struktur fonologis dari kata-kata yang diucapkan). Pengetahuan tentang huruf penting untuk ditanamkan pada anak sejak masa prasekolah dan masa taman kanak-kanak.
c.    Berdasarkan kemampuan membaca awal anak
1.)    Mengembangkan kemampuan asosiatif: kemampuan mengaitkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
2.)    Kematangan kemampuan neurobiologi: kemampuan memanfaatkan memori serial (mengelola berbagai informasi yang masuk).
3.)    Menguasai sistem fonologi bahasa: mampu melakukan kombinasi bunyi, cara menuliskan, dan mampu membacanaya.
4.)    Menguasai sintaksis: dalam struktur bacaan ada subjek-predikat-objek.
5.)    Menguasi semantik: memahami makna kata per kata maupun kaitan makna satu dengan makna kata lainnya yang disusun menjadi kalimat.
d.   Berdasarkan aktivitas membaca (decoding) dibagi menjadi dua level:
1.)    Level rendah atau level permukaan: pengelolaan atau mengidentifikasi teks
2.)    Level tinggi atau level pendalaman: pemahaman isi atau makna dari teks

5.      Prasyarat yang harus dipenuhi pembaca:
a.     Kemampuan memproses kata dan kalimat
b.    Kemampuan memahami yang tersirat dalam bacaan
c.     Penguasaan kosakata
d.    Kemampuan memilih fokus bahan bacaan.

6.      Indikator kelancaran membaca
a.    Akurasi: kemampuan seseorang dalam melafalkan bahasa tertulis ke dalam bahasa lisan (melakukan proses decoding)secara tepat dan akurat.
b.    Kecepatan: kemampuan untuk melakukan proses decoding/ membaca secara otomatis (cepat dan tanpa menggunakan usaha-usaha mental).
c.    Eksprsi membaca (prosody): diindikasikan dengan volume, irama, dan ritme. Empat dimensi ekspersi membaca, yaitu: ekspresi dan volume, pengelompokan kata, kehalusan dalam membaca, dan kecepatan dan upaya.

7.      Deteksi kemampuan membaca
Kesulitan membaca akan menjadi sebab utama kegagalan anak di sekolah karena membaca merupakan salah satubidang akademik dasar disamping menulis dan berhitung (Sunardi, 1997). Keterampilan membaca lebih ditentukan oleh tiga hal, yaitu tahap perkembangan kemampuan membaca, teori yang digunakan untuk mendasari rancangan intervensi, dan kualitas instruksi serta interaksi antara orang tua siswa dan guru, terapis, atau tutor. Jangka waktu keterampilan membaca sangat individual, sementara perkiraan waktu harus ditetapkan berdasarkan rujukan ilmiah kasus serupa atau evidence based.
Mendeteksi kesulitan membaca di kelas dan dilaksanakan oleh guru (Ryder dan Graves) dengan bentuk asesmen:
a.    Asesmen di dalam kelas dengan karakteristik: dilakukan terus-menerus, pelaksanaan fleksibel dan valid.
b.    Formal asesmen menggunakan norm refrenced dan criterion refrenced tests.
c.    Menggunaka tes formatif, seperti portofolio, peta konsep, log pelajar, komentar pada evaluasi formatif.
d.   Menilai kesulitan teks dengan mengenai faktor-faktor penyebab kesulitan dan formula kemampuan membaca.
e.    Menilai pemahaman pembaca terhadap teks dengan penilian tertutup, area isi dari inventory bacaan.
f.     Menggunakan teknologi: melakukan evalusasi informasi dari WEB.
Metode asesmenyang membantu menegakkan diagnosis kesulitan belajar, termasuk kesulitan membaca sebagai berikut (Hallahan, Kauffman, Pullen, 2012):
a.    Curriculum based masurement
b.    Informal assessment
c.    Testing accommoditions
Melalui pendekatan mendalam dan komprehensif dengan berbagai metode asesmen ketidaklancaran membaca, dapat ditegakkan diagnosis dengan cermat. Masalah dalam membaca tidak dapat hilang begitu saja seiring berlalunya waktu. Semakain cepat anak-anak mendapat bantuan, semakain cepat mereka menjadi pembaca yang baik. Jika diketahui anak mengalami masalah dalam membaca, pastikan bahwa mereka secepatnya mendapat bantuan dari guru-guru mereka dan psikolog.

8.      Hal-hal yang perlu diperhatikan saat merancang intervensi kemampuan membaca
Pengajaran bahasa yang fungsional, yaitu sesuai dengan kebutuhan bahasa anak sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan rill anak, menjadi salah satu tuntutan pengajaran bahasa yang menggunakan pendekatan komunikatif (Yalden, 1987).Strategi merupakan alat untuk membuat siswa aktif, terlibat secara mandiri. Merancang intervensi keterampilan membaca berdasarkan hasil diagnosis. Metode yang diterapkan disesuaikan dengan kondisi ketertinggalan siswa dalam kemampuan mereka. Strategi belajar membaca yang tepat akan meningkatkan penguasaan, kecakapan, dan percaya diri (Oxford, 1985).
Tujuh tugas spesifik proses belajar-mengajar guru (Haven, 1988):
a.     Menjadi model tokoh yang berbahasa dengan baik dan benar
b.    Menyediakan stimulasi bahasa
c.     Mendorong perkembangan kemampuan berbahasa yang sesuai
d.    Mempraktikkan strategi pengajaran bahasa yang efektif
e.     Menyediakan kesempatan yang maksimal bagi siswa untuk mengembangkan bahasa
f.     Membebaskan anak berkreasi untuk meningkatkan ketrampilan berbahasa
g.    Memperkenakan sifat-sifat alamiah bahasa.

9.      Berbagai model intervensi untuk membaca
Mengembangkan kemampuan para pendidik untuk mampu mendeteksi dan mengembangkan intervensi dalam bentuk mengajarkan membaca dengan cara yang menyenagkan, akan memberikan hasil lebih baik daripada melarang pemberian solusi untuk mengatasi masalah ketidak lancaran baca-tulis.
    Dua  model intervensi:
a.       Model atas-ke-bawah: model berdasar konteks, mengasumsikan bahwa informasi tentang konteks dapat secara langsung mempengaruhi caranya kata teks dapat secara langsung mempengaruhi caranya kata dipersepsi dan diinterpertasi. Informasi dari konteks ini menyangkut: pengetahuan yang sifatnya umum dan khusus, pengetahuan mengenai kendala-kendala sintaksis maupun semantik pada bahasa, dan penetahuan mengenai kendala atau konvensi ortografis.
b.      Model bawah-ke-atas: model berdasar stimulus, adalah rekognisi kata tergantung terutama pada informasi yang ada pada kata itu, bukan pada konteksnya. Informasi yang dipahami berguna membantu informasi berikutnya. Oleh karena itu, pada model ini ada tahap sensori, tahap rekognisi, dan tahap interpertasi.


NB: Ringkasan dari buku perkembangan kemampuan membaca oleh Amitya K., Jayanti W., L. Gayatri Y.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar