Senin, 07 Maret 2016

filsafat pendidikan



FILSAFAT PENDIDIKAN
A.  Hakikat Filsafat Pendidikan
Dalam filsafat pendidikan, filsafat merupakan aktivitas yang membahas pendidikan dari sudut pandang filsafat. Tentunya berbeda dengan psikologi pendidikan yang membahas kegiatan pendidikan dari sudut pandang psikologi. Pendidikan dapat dibahas dari bermacam-macam sudut pandang disamping sundut pandang diatas filsafat dan psikologis dapat juga dibahas dari sudut pandang sosiologi, antropologi, budaya, ekonomi dan politik. Apabila pendidikan dilihat dari sudut pandang filsafat, muncul pertanyaan apa manfaatnya bagi guru mempelajari filsafat?
Filsafat pendidikan membahas pendidikan dari sudut pandang filsafat dimana filsafat merupakan induk semua ilmu pengetahuan, sehingga tinjauan pendidikan dari sudut pandang filsafat akan aktivitas pendidikan dibahas secara luas. Kata filsafat (Philoshopy) berasal dari bahasa latin yang memiliki arti kata philos yang berarti cinta dan kata sofia (sophia) artinya kearifan (wisdom), sehingga pengertian dari filsafat merupakan suatu kecintaan terhadap kearifan (wisdom).
Kegiatan pendidikan sendiri memiliki pengertian kegiatan yang disengaja (dirancang secara sistematis oleh agent yaitu pemerintah, guru atau pendidik, orangtua dll) untuk membantu kegiatan belajar agar dapat mencapai tujuan yang efektif. Namun menurut konsep pendidikan tradisonal yang dikemukakan oleh Langeveld (Belanda) Pendidikan adalah kegiatan sistematis yang dilakukan orang dewasa, untuk membantu anak-anak yang belum dewasa mencapai perkembangan dewasa. Pendidikan adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan karena pendidikan merupakan cara seseorang untuk melangsungkan kehidupan. Dari berbagai konsep pendidikan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang disengaja (dirancang secara sistematis oleh agen  yaitu pemerintah, orang tua, pendidik atau guru) untuk membantu kegiatan belajar sehingga mencapai tujuan yaitu melangsungkan kehidupan.
Dari pengertian filsafat dan pendidikan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat pendidikan adalah pembahasan tentang kegiatan pendidikan yang menghasilkan kecintaan dan kearifan untuk kelangsungan kehidupan manusia. Kegiatan pendidikan bukan sekedar kegiatan praktis yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karena apabila pendidikan sekedar kegiatan praktis, kegiatan pendidikan dapat menghancurkan harkat dan martabat manusia. Kegiatan pendidikan yang menekankan dengan aktivitas yang bersifat teknis hanya berkaitan dengan cara atau metode mengajar saja. Selanjutnya dalam proses pendidikan yang bersifat teknis atau praktikal dapat membahayakan anak karena guru melakukan hal semena-mena sesuai dengan keinginan. Sebaliknya bila seorang guru mempelajari filsafat pendidikan secara mendalam tujuan pendidikan akan lebih diarahkan kepada pengembangan diri anak dan kehidupannya yang bermartabat. Dalam filsafat pendidikan akan dipelajari secara luas dan mendalam mengenai kehidupan, tujuan pendidikan, hakekat anak, lingkungan pendidikan, alat-alat pendidikan, sehingga dapat digunakan sebagai sumber pegangan dalam melakukan aktivitas pendidikan.
Langkah awal yang dapat dilakukan seorang pendidik atau guru setelah selesai mempelajari filsafat pendidikan dan ingin mengaplikasikan dalam kegiatan pendidikan dimulai dengan menggunakan kata mengapa? (why?). Dengan kata mengapa, seorang pendidik dapat memulai memandang pendidikan yang lebih menekankan pada kecintaan dan kearifan, contohnya Mengapa pendidik harus menghargai anak? atau mengapa pendidik harus menghukum anak? dengan alasan membentuk kedisiplinan. Guru yang mempelajari filsafat pendidikan sebelum melakukan tindakan memberi hadiah atau hukuman akan menjawab pertanyaan tersebut dan jawaban yang mencerminkan pada kecintaan akan kearifan tanpa menghancurkan harkat dan martabat anak yang harus dipilih. Pilihan dari kedua pertanyaan tersebut tidak harus selalu hukuman atau hadiah karena setiap anak itu berbeda sehingga jawaban yang dipilih oleh guru pun akan berbeda bagi setiap anak.
Pendidikan yang menghancurkan harkat dan martabat manusia juga dijelaskan oleh Paulo Freire dalam bukunya “Pedagogy of the Oppresed” yang menggambarkan tentang konsep proses pendidikan yang menindas anak didik. Kegiatan pendidikan yang menindas anak diibaratkan seperti gelas kosong yang harus diisi air oleh pendidik sehingga konsep pendidikan ini dikenal dengan pendidikan gaya bank “banking concepts”. Proses pembelajaran dengan “banking conceptsmenggunakan gaya belajar guru mengajar anak didik diajar, guru tahu segala hal anak didik tidak tahu apa-apa, guru berfikir dan anak didik diajarkan apa fikiran guru, guru berbicara anak didik mendengarkan dengan sabar, guru memberikan aturan dan anak didik diatur, guru melakukan sesuatu dan anak didik membayangkan apa yang guru lakukan, guru memilih suatu program dan anak didik tanpa meminta pertimbangan mengikutinya, anak bingung akan pengetahuan yang dikuasainya yang berlawanan dengan kebebasan anak didik, serta guru sebagai subyek pembelajaran sementara anak dijadikan obyeknya. Proses pembelajaran gaya bank tersebut apabila digunakan dalam lembaga pendidikan baik anak usia dini maupun lembaga pendidikan yang ada ditingkat selanjutnya akan menyebabkan anak menjadi tertekan dan mematikan kreativitas serta potensi anak.
Mempelajari filsafat pendidikan bagi pendidik ialah menumbuh kecintaan terhadap kearifan (wisdom) selama proses pembelajaran. Sebagaimana pengertian filsafat, pendidik anak usia dini pada khususnya mempelajari filsafat bertujuan agar dalam melaksanakan proses pembelajaran menuntutnya untuk memahami kodrat anak (the nature of child) dan memperlakukan anak sesuai dengan kodrat alamnya bukan memaksakan menurut kemauan pendidikan (yang lebih sering orang dewasa inginkan).  Kehidupan yang arif menurut pandangan filsafat mencakup kebenaran (truth), kebaikan (goodness), dan keindahan (beauty). Aktivitas pendidikan menurut pandangan filsafat harus mencakup ketiga aspek diatas.
Guru atau pendidik sedapat mungkin menjadi seorang yang mencintai kearifan (filsafat). Sesuai dengan dimensi kehidupan yang dimiliki oleh manusia yang memahami filsafat, seorang guru juga memiliki ketiga dimensi tersebut. Dalam hal kebenaran (truth) yang lebih menekankan pada pemikiran, kebaikan (goodness) lebih menekankan pada perasaan yang terkait dengan nilai moral, sedangkan keindahan (beuty) lebih ditekankan pada sikap atau perilaku yang menghargai keindahan. Oleh karena itu seorang guru  yang memahami tiga pandangan dimensi manusia dalam proses pembelajaran akan melibatkan aktivitas mengontrol, membimbing dan mengarahkan peserta didiknya dengan cara yang arif. Dalam mengimplementasikan filsafat pendidikan seorang guru mampu membawa peserta didik memasuki tempat dimana mereka dapat memperoleh pengetahuan yang dapat dievaluasi diakhir pembelajaran, menghubungkan tujuan dan keinginan dan memilih metode pendidikan yang memiliki harmonisasi dengan tujuan.
Life Long Education belajar sepanjang hayat, merupakan prinsip dari pendidikan yang mengembangkan konsep pendidikan dapat dilakukan selama individu tersebut hidup. Dalam konsep Life Long Education , kegiatan belajar akan diperoleh dari setiap pengalaman adalah sebuah aktivitas yang harus selalu dilakukan baik di bidang formal atau pendidikan dengan menumbuhkan potensi dari dalam. Seperti dalam pandangan filsafat bahwa anak memiliki fitrah yang telah diberikan oleh Tuhan dengan fisik yang baik , pemikiran yang cerdas dan moral dan yang baik.
Pendidikan merupakan kegiatan yang melibatkan nilai, pengetahuan dan ketrampilan sedangkan latihan lebih pada fisik yang terarah. Pendidikan adalah alat utama menjaga kelangsungan hidup. Kelangsungan hdup yang baik menurut filosof adalah kehidupan yang mendukung dimensi kehidupan manusia. Mempelajarai filsafat bagai guru adalah Membuka pandangan seorang guru lebih luas dan mendalam terkait proses pendidikan. Dalam pendidikan terdapat kegiatan mendidik dan mengajar yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia (memanusiakan manusia). Khususnya dalam PAUD seorang guru mampu mengembangkan fisik, moral, bahasa, (mengembangkan dimensi social). Menghubungkan pendidikan dengan makna kehidupan sebagai arti dari filsafat pendidikan.
























Dimensi Filsafat

Introduction
Di pertemuan sebelumnya kita telah berdiskusi terkait pengertian filasafat, yang memiliki arti dengan mempelajari filsafat dapat menumbuhkan kecintaan terhadap kearifan (wisdom). Dalam dunia pendidikan seorang pendidik diharapkan mampu memahami filsafat agar dalam kegiatan pendidikan bukan sekedar kegiatan praktis untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Kegiatan pendidikan yang hanya mengedepankan kegiatan praktis (pendidik datang mengajar) dapat menghancurkan harkat dan martabat manusia. Muncul pertanyaan besar dalam setiap diri pendidik, bagaimana mengimplikasikan filsafat dalam dunia pendidikan?.

Ilustrasi
Dari waktu ke waktu guru dan anak didik selalu bertanya kepada dirinya sendiri tentang implikasi filsafat dalam kehidupan. Seorang guru ingin tahu “kenapa saya harus mengajar?” dan anak didik bertanya “kenapa saya harus belajar misal Matematika? Mengapa saya harus berangkat ke sekolah setiap hari?”. Apabila dicari lebih jauh lagi, akan muncul pertanyaan yang semakin filosofi karena pertanyaan yang muncul akan lebih banyak terkait dengan sifat manusia, pengetahuan, nilai dan kehidupan yang baik.
Seseorang yang ingin menjadi seorang filosof harus memahami dimensi filsafat  yaitu, 1) Filsafat sebagai aktivitas, 2) Filsafat sebagai sikap, dan 3) Filsafat sebagai isi (content).
1)      Filsafat  sebagai aktivitas
Filsafat sebagai aktivitas, menggambarkan tujuan menjadi manusia yang mencintai kearifan. Seseorang yang mencintai kearifan harus melakukan aktivitas berfikir spekulatif, sintesis, prescribing dan analizing.  Berikut ini penjelasan mengenai filsafat sebagai aktivitas,
a.      Speculative Philosophy
Speculative Philosophy merupakan salah satu cara berfikir sistematis tentang keberadaan sesuatu yang ada (exists). Muncul pertanyaan mengapa para filosof ingin membahas eksistensi sesuatu hal? Mengapa tidak pada konten ilmu seperti ilmu pengetahuan alam yang dapat digunakan dalam aspek tertentu di kehidupan nyata?. Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah pemikiran setiap manusia yang menginginkan untuk mengetahui segala sesuatu secara keseluruhan atau menyeluruh. Keinginan tersebut bertujuan untuk memahami akan semua perbedaan yang ada dan telah ditemukan bersama-sama dari beberapa bentuk yang memilik kebermaknaan sebenarnya. Mengapa demikian, karena setiap manusia memiliki kesadaran akan kecenderungan dari dalam dirinya sendiri. Ketika kita membaca buku, melihat gambar di dalam buku tersebut, atau mempelajari akan tugas didalamnya, kita tidak hanya terfokus pada detail tertentu tetapi secara signifikan juga memperhatikan instruksi atau pola yang ada secara detil. Speculative Philosophy dapat diartikan sebagai sebuah pencarian untuk mengetahui sesuatu dan keseluruhan tidak hanya digunakan pada hal-hal tertentu atau pengalaman tertentu tetapi untuk semua pengetahuan dan pengalaman. Secara singkat Speculative Philosophy adalah upaya untuk menemukan hubungan (coherence) dari keseluruhan (realm) alam pikiran dan pengalaman.
Berfikir speculative sebagai berfikir melampaui keterbatasan pengetahuan manusia, dimana manusia dapat melakukan lompatan rational dari sesuatu yang sudah diketahui secara empiric untuk masuk dalam wilayah di atas empiric yang belum diketahui. Misalnya pendidik dihadapkan pertanyaan dengan kodrat anak, fitrah anak atau nature anak untuk dapat melakukan kegiatan pendidikan yang humanis, sesuai dengan kodrat, fitrah, atau nature anak. Kegiatan pendidikan yang tidak sesuai dengan fitrah (kodrat anak) anak akan menghancurkan potensi atau tendensi bawan yang ada dalam diri anak.
Berusaha memahami sesuatu yang berada diluar fakta-fakta yang ada dan memasuki daerah yang gelap dan sering tidak didukung data yang cukup, misalnya berfikir tentang hakekat anak atau hakekat manusia merupakan cara berfikir spekulatif.

b.      Prescriptive Philosophy
Prescriptive Philosophy berupaya untuk menetapkan standar pada nilai, menilai perilaku, dan menilai seni. Prescriptive Philosophy mengkaji segala sesuatu dengan baik dan buruk, benar dan salah, cantik dan jelek. Apapun pertanyaan yang muncul terkait dengan kualitas yang menjadi sifatnya (inhere) didalam dirinya sendiri atau segala hal terkait proyeksi akan pemikirannya. Dalam pengalaman mental psikolog keberagaman perilaku moral manusia  tidak hanya dinilai baik atau buruk, psikolog memiliki beberapa bentuk akan perilaku yang dapat dipelajari secara empirik. Tetapi tidak untuk pendidik dan Prescriptive Philosopher yang memiliki bentuk akan perilaku manusia yang bermanfaat atau tidak bermanfaat. Prescriptive Philosophy berusaha untuk menemukan dan untuk merekomendasikan prinsip dalam menentukan akan tindakan dan kualitas yang banyak bermanfaat dan mengapa manusia harus melakukannya.
Berfikir prescriptive sebagai berfikir yang membangun standar untuk  menentukan nilai perilaku atau keindahan (seni). Preskripsi pada umumnya terkait dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam situasi tertentu yang membutuhkan pertimbangan nilai moral dan nilai keindahan. Dalam kehidupan seseorang dituntut untuk berbuat (berperilaku yang baik, benar, dan indah sesuai dengan situasi (konteksnya) bukan sebaliknya berbuat jelek, salah, dan buruk.
Berusaha menemukan apa yang seharusnya dilakukan manusia dalam kehidupan ini. Guru atau pendidik harus dapat menentukan apa yang harus dilakukan anak disekolah, apa yang tidak boleh dilakukan disekolah sebagai tempat pendidikan.

c.       Analytic Philosophy
Analytic Philosophy berfokus pada kata dan makna. Analytic Philosopher melihat secara keseluruhan seperti “sebab”, “pikiran”, “kebebasan akademik” dan “kualitas  memiliki kesempatan” dalam menilai dari perbedaan makna yang membawa mereka dalam berbagai perbedaan konteks. Analytic Philosopher memperlihatkan ketidak konsistensi yang dapat tumbuh ketika menggunakan pendekatan  dalam berbagai konteks. Analytic Philosopher cenderung menjadikan filsafat bersifat skeptical (skeptic), cautions (perhatian), dan disinclined (sengan) dalam membangun sebuah system yang berdasar.
Berfikir analisis sebagai berfikir yang menguji bahasa manusia dan penggunaannya dalam usaha untuk mencari kejelasan memahami permasalahan dan bagaimana dipecahkan. Misal terdapat ungkapan bahasa dalam pendidikan setiap manusia berhak memperoleh pendidikan, apa makna dari kata hak memperoleh pendidikan?.
Berusaha menganalisis atau memahami bahasa manusia dan penggunaan bahasa itu dalam kehidupan manusia. Misalnya seorang guru atau pendidik harus memahami sebuah kata setiap anak berhak memperoleh pendidikan. Apa arti kata-kata tersebut?, bagaimana dengan anak keluarga miskin?, bagaimana dengan anak didaerah terpencil?, bagaimana tugas orang tua?, bagaimana tugas masyarakat, pemerintah, guru dan lain-lain?.

d.      Sintesis Philosophy
Berfikir sintesis sebagai berfikir yang menyatukan bermacam-macam penegtahuan untuk memperoleh pandangan kehidupan yang komprehensif dan konsisten sebagai dasar untuk pengembangan aspirasi dan interprestasi pengalaman. Tindakan manusia yang didasarkan pada pandangan hidup yang lebih luas akan menimbulkan kearifan apabila dibandingkan dengan dasar pandangan hidup yang sempit.
Mensintesiskan bermacam-macam sudut pandang sehingga menjadi suatu pemahaman yang luas dan mendalam atau memperolah pemahaman yang konprehensif.
Belakangan ini pendekatan analitic mendominasi para filosot Amerika dan Inggris, namun sebagian besar para filosof setuju bahwa kesemua pendekatan memberikan kontribusi dalam filsafat yang sehat. Dalam beberapa kasus hanya sedikit para filosof yang memandang dari satu sudut pandang spekulatif, precriptif, dan analisis.





2)   Filsafat Sebagai Sikap
Filsafat sebagai suatu sikap, menggambarkan untuk menjadi manusia yang mencintai kearifan seseorang harus memiliki sikap dalam hidup: kesadaran diri (selft awareness), menyeluruh (comprehensiveness), kedalaman (penetrasi), fleksibelitas (flexibility).
a.    Kesadaran diri, yaitu sikap komitemen untuk menjadi jujur (baik) sebisa mungkin, walaupun ada kecenderungan untuk memiliki prasangka baik pada dirinya. Semua orang dapat memiliki prasangka, membenarkan pandangan sendiri, atau menolak pandangan orang lain. Seorang yang arif harus memiliki kesadaran akan memungkinkan diri yang biak dan berusaha menemukan pandangan hidup yang lebih baik dan benar melalui kesadaran diri.
b.   Menyeluruh, yaitu sikap yang melibatkan mengumpulkan data yang sebanyak-banyaknya dari pada sekedar puas dengan data yang sempit yang telah dimiliki. Sikap ini terkait dengan aktivitas seseorang yang arif dan melibatkan berfikir secara komprehensif.
c.    Penetrasi  adalah suatu keinginan yang membimbing seseorang masuk dalam problem sedalam mungkin selama waktu, energy, dan ketrampilam yang memungkinkan.
d.   Fleksibelity adalah sikap yang berlawanan dengan kekakuan (riqidity) yang dapat melihat problem lama dengan cara baru. Seseorang yang memiliki sikap fleksibel memungkinkan melihat bermacam-macam alternative pemecahan dalam menghadapi masalah.

3)   Filsafat sebagai Isi
Dalam filsafat pendidikan, mempelajari penerapan filsafat dalam kegiatan (praktik) pendidikan diperlukan oleh setiap guru atau pendidik agar dapat mempraktikan atau melakukan kegiatan pendidikan. Guru  atau pendidik harus memahami filsafat pendidikan agar apa yang dilakukan membawa kearifan pada kehidupan manusia atau tidak menghancurkan harkat kemanusian anak.
Filsafat sebagai isi, menggambarkan untuk menjadi manusia yang mencintai kearifan seseorang harus memahami isi filsafat yaitu:
a.       Metafisik, suatu kajian tentang hakikat realita
b.      Epistemology, suatu kajian tentnag hakikat kebenaran dan pengetahuan bagaimana hal itu dicapai.
c.       Aksiologi :  suatu kajian tentang nilai
berikut ini adalah gambaran dari aspek filsafat dilihat dari Isi, aktivitas, dan sikap





Oval: aktivitasOval: sikapText Box: MetafisikText Box: Epistemology Text Box: Aksiologi 


















Gambar 1.1  Aspek Filsafat

Untuk memahami lebih jauh tentang filsafat pendidikan, maka lebih dahulu kita harus memahami apa yang menjadi cabang filsafat.
1)   Metafisika
Cabang filsafat yang mempelajari hakekat realita dimana metafisik terdiri dari dua kata: meta yang artinya dibelakang atau dibalik (beyond) dan phisik yang artinya benda material. Metafisik adalah cabang filsafat yang mempelajari hakekat realita yang berada di belakang benda material, misalnya orang awam melihat batu sebagai sebuah realita. Sebuah batu yang dipandang sebagai sebuah realita hanya menanggap batu adalah benda material yang keras apabila dilempar kekaca dapat memecahkan kaca.
Batu sebagai benda material bagi orang awam akan memiliki sudut pandang yang berbeda bagi seorang ilmuwan. Ilmuwan melihat batu adalah benda material yang mengandung energi listrik, sehingga memiliki kekuatan yang ada didalam batu. Apabila batu ingin dipecah dibutuhkan kekuatan yang lebih dari kekuatan yang ada didalam batu. Kekuatan yang digunakan untuk memecah batu bila lebih rendah dari kekuatan yang ada didalam batu, maka batu tidak akan terpecah. Namun sebaliknya apabila batu sudah pecah manjadi pasir maka kekuatan batu sudah hilang dan tidak mungkin manusia dapat membentuk pasir menjadi batu lagi seperti sedia kala.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa realita yang sebenarnya dari batu adalah kekuatan energi yang ada dibelakang benda matrial batu. Pertanyaan metafisika meliputi 4 pertanyaan yaitu:
a)   Aspek Kosmologi
     Aspek kosmologi adalah suatu studi tentang asal-usul semesta, hakekat alam semesta dan perkembangan alam semesta. Manusia hidup sebagai bagian dari alam semesta dan hidup bersama dengan bagian yang lain maka manusia harus memahami alam semesta. Alam semesta yang memiliki bagian-bagian seperti matahari, bulan, bintang, laut, gunung, hutan, manusia, dan binatang. Bagian alam semesta tersebut memiliki asal-usul, hakekat yang sebenarnya dan memiliki perubahan atau perkembangan manusia dan anak-anak dapat hidup harmoni dg alam semesta.
     Mereka semua harus memahami hakekat matahari, bumi, bintang, gunung, laut, manusia lainnya dan binatang. Oleh karenanya adalah tugas guru atau pendidik dalam kegiatan pendidikan untuk mengenalkan realita alam semesta itu. Anak harus memahami manusia hidup dibumi tetapi ada unsur lain alam semesta misalnya matahari memberikan sinar yang membawa kehidupan dibumi menjadi terang benderang di siang hari. Adanya sinar matahari yang panas membuat hidup manusia, binatang dan tanaman memperoleh energi untuk kehidupannya. Begitu adanya tanaman hujan, gunung, sungai, laut memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
b)   Aspek Teologi
     Adalah suatu studi tentang hakekat realita Tuhan, mungkin manusia atau anak menyatakan apakah Tuhan itu ada atau tidak? Kalau ada Tuhan itu banyak atau satu? Apa fungsi Tuhan? Orang yang beragama menyakini bahwa tuhan itu ada dan bagi agama monotoieme (mempercayai hanya ada satu Tuhan, dimana Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Bagi paham atheis menyatakan tidak ada Tuhan. Bagi paham patheis menyatakan Tuhan dan Alam adalah identic atau sama.
c)   Aspek Ontologi
     Suatu studi tentang hakekat keberadaan atau eksistensi. Apakah keberadan? Apakah keberadaan itu berada pada fisik (material)? Atau berada pada spiritual? Siapakah manusia hakekatnya fisik (material) atau spiritual?
d)   Aspek Antropologi
     Suatu studi tentang manusia, bahwa manusia dapat berfungsi sebagai subyek tetapi obyek. Manusia dapat mempelajari diri sendiri atau orang lain sebagai obyek pemahaman. Kehidupan manusia dipelajari oleh banyak ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, ekonomi, politik, psikologi, sosiologi dll.
Hubungan metafisik dengan kegiatan pendidikan ialah, bahwa kehidupan manusia baik secara ekonomi, social, agama, budaya sangat dipengaruhi oleh pandangan manusia terhadap kosmologi, teologi, antropologi, dan ontologi. Kegiatan pendidik tidak dapat dipisahkan dengan pemahaman metafisik. Pandangan metafisik yang berbeda akan berpengaruh terhadap bedanya system pendidikan atau pendekatan pendidikan.
Pandangan setiap orang berbeda satu dengan yang lain, misalnya pandangan metafisika muslim berbeda dengan nasrani. Aktivitas pendidikan harus disesuaikan dengan pandangan metafisika orang-oang disekitar pendidikan.

2)                           Epistemologi
Cabang filsafat yang mempelajari hakekat pengetahuan, sumber dan validitas (keabsahan) pengetahuan adalah epistemology. Epistemology digunakan untuk mencari jawaban pertanyaan tentang  apa itu kebenaran? dan bagaimana kita mengetahuinya?.
Mempelajari epistemology berkaitan dengan issue tentang ketergantungan pengetahuan dan ketepatan bermacam-macam metode untuk mencapai kebenaran yang dapat dipercaya dan hubungannya dengan metafisik adalah menjadi pusat dari proses pendidikan.
            Dimensi Pengetahuan
Apakah realitas dapat diketahui? Pertanyaan ini menunjukkan adanya hubungan yang dekat antara epistemology dan metafisik. Paham skeptisme dalam pandangan sempit menyatakan bahwa tidak mungkin kita mendapatkan pengetahuan dan pencarian untuk memperoleh kebenaran adalah sia-sia. Skeptisme penuh membuat kecerdasan dan tindakan pencarian pengetahuan untuk memperoleh kebenaran tidak mungkin terjadi. Skeptisme dalam pandangan luas sering digunakan untuk menunjukkan sikap mempertanyakan setiap asumsi atau kesimpulan sehingga memperoleh perhatian untuk pengujian yang sungguh-sungguh.
Hampir semua orang menyatakan bahwa realita dapat diketahui. Sekali kita mengambil posisi ini, maka kita harus menentukan melalui sumber apa realitas dapat diketahui, dan kita harus memiliki konsepsi tentang bagaimana menentukan keabsahan (validitas) pengetahuan kita.
Apakah kebenaran itu subjektif atau absolut?. Pertanyaan tentang pengetahuan adalah apakah pengetahuan itu relative atau absolut. Apakah mungkin apa yang benar sekarang, besok menjadi salah?. Apabila kita menjawab pertanyaan ini ya, maka kebenaran bersifat relative, kebenaran absolut menunjuk kebenaran yang abadi dan bersifat universal. Suatu kebenaran yang tidak memandang waktu atau tempat. 
Apakah pengetahuan itu subjektif atau objektif?. Pertanyaan lain tentang pengetahuan apakah subjektif atau objektif?, pertanyaan ini terkait relatif dengan relativity ilmu pengetahuan.
Van Cleve Morris mencatat ada tiga hal dasar yang memposisikan pengetahuan itu objektif. Pertama, sebagian besar memahami bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang datang kepada kita dari luar dan memasuki kita melalui pikiran dan system neuron kita sebanyak cara yang digunakan. Morris beranggapan bahwa matematika dan ilmu fisika sering dilihat sebagai pengetahuan yang menyinari.  Kedua, yang lainnya percaya bahwa pengetahuan berkontribusi dalam hubungannya diri sendiri dengan dunia dalam hal salah satunya dengan cara ikut bertanggung jawab untuk struktur pengetahuan. Orang yang mempelajari ilmu social dan ilmu perilaku terkadang melihat pengetahuan sebagai aturan. Ketiga, adanya keberadaan subjek yang murni yang menjadi penghasil atas kebenaran dibandingkan sebagai penerima atau partisipan.
Pengetahuan yang subjektif atau objektif menurut Morris sebagian besar dilakukan dalam area seperti seni, bahasa, dan music. Selebihnya pengetahuan akan diamati dalam berbagai filsafat sekolah yang dilakukan untuk membenarkan dirinya sendiri dengan satu atau orang lain dalam berbagai pandangan sebagai kebenaran yang objektif dan pengetahuan yang objektif.
Apakah ada kebenaran yang independen akan pengalaman manusia?.  Pertanyaan ini merupakan dasar untuk mempelajari epistemology dan dapat menjadi pandangan yang terbaik dalam masa priori dan posteriori pengetahuan. Pengetahuan a priori menunjukkan pada pemikiran yang dibangun melalui struktur realita. A priori selalu bersifat independen akan pengalaman manusia dan kebenaran, karena a priori merupakan pemikiran yang dibangun sebelum mengalami pengalaman sebenarnya.
Apapun pengetahuan yang dicapai selalu mengenai  hubungan antara   a posteriori - Pengalaman manusia yang bersifat posterior dan dipengaruhi terhadap kesadaran diri sendiri.
            Sumber Pengetahuan
Panca Indra. Pandangan Empirik melihat pengetahuan yang disusun melalui pengindraan, orang melihat bentuk gambar disekelilingnya dengan melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasakan. Pengetahuan empirik dibangun melalui pengalaman alamiah manusia. Contohnya, seseorang dapat pergi ke halaman pada waktu musim semi dan melihat pemandangan yang indah, mendengarkan suara burung, merasakan hangatnya sinar matahari, dan mencium wangi bunga yang bermekaran. Orang tersebut mengetahui bahwa musim ini adalah musim semi karena menerima pesan yang diterima oleh panca indra.
Wahyu. Pengetahuan yang bersumber dari wahyu Tuhan adalah sangat penting dalam bidang agama. Wahyu adalah komunikasi Tuhan tentang kehendakNya. Mereka yakin akan wahyu memandang pengetahuan yang bersumber wahyu bersifat absolut dan tidak terkotori. Tetapi mungkin dapat terjadi kesalahan pada interprestasi manusia. 
Otoritas. Pengetahuan bersumber otoritas, dianggap benar karena diperoleh dari para ahli yang diyakini sebagai suatu tradisi. Didalam kelas sumber informasi adalah otoritas seperti buku teks, guru, buku referensi. Otoritas sebagai sumber pengetahuan, memiliki keuntungan dan kelemahan.
Penalaran (reason). Pandangan bahwa penalaran atau pikiran atau logic sebagai sentral dari pengetahuan biasa disebut rationalisme. Rasionalis menekankan pada kekuatan pikiran manusia dalam mengembangkan pengetahuan, dan memandang bahwa indra saja tidak dapat menghasilkan pengetahuan yang bersifat universal kebenarannya, konsisten satu dengan yang lain. Apa yang ditangkap oleh panca indra harus diorganisir oleh pikiran menjadi suatu system yang bermakna sebelum mereka menjadi ilmu pengetahuan.
Intuisi. Pemahaman langsung akan pengetahuan yang bukan merupakan hasil penalaran atau pengamatan indra disebut intuisi. Intuisi terjadi dibawah dataran kesadaran yang dialami manusia sebagai kilatan cahaya.

3)      AKSIOLOGI
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mencari jawaban dari pertanyaan: apakah itu nilai? Manusia adalah makhluk yang memiliki inters dengan nilai atau manusia adalah makhluk yang menilai. Manusia selalu memiliki kesenangan terhadap sesuatu yang tertentu daripada yang lain.  Kehidupan social (manusia) selalu berdasarkan pada system nilai tertentu. System nilai bukan yang bersifat universal, tetapi berbeda-beda setiap masyarakat karena berbeda pandangan metafisiknya dan epistemologinya.  System nilai suatu masyarakat berbeda satu dengan yang lain, karena dipengaruhi perbedaan pandangan tentang realita dan kebenaran.
Pertanyaan tentang nilai terkait dengan perhatian individu dan masyarakat terhadap sesuatu yang berbahaya sebagai kebaikan (goodness) dan menyenangkan (preferable). Masyarakat dan individu selalu memiliki pandangan tentang kebaikan dan mempraktikan dalam kehidupannya apa yang dipandang sebagai kebaikan itu. Sehingga nilai dapat dibedakan sebagai dua hal, pertama adalah nilai yang dikatakan dan kedua adalah nilai yang dipraktikan. Seseorang memiliki nilai yang dikatakan, belum tentu mereka mempraktikkan nilai tersebut.
Aksiologi sama dengan metapisik dan epistimologi adalah berdiri menjadi fondasi proses pendidikan. Proses pendidikan melibatkan pemahaman system nilai (aksiologi), pemahaman metafisik (realita kehidupan) dan pemahaman ilmu pengetahuan (epistimologi). Aspek utama pendidikan adalah mengembangkan nilai kebaikan dan juga nilai keindahan, dimana ruang-ruang kelas dan sekolah adalah merupakan sebuah panggung tentang nilai kebaikan dan keindahan. Aksiologi memiliki dua cabang utama yaitu etika (nilai moral) dan estetika (nilai keindahan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar