FILSAFAT PENDIDIKAN
A. Hakikat Filsafat Pendidikan
Dalam filsafat pendidikan, filsafat merupakan aktivitas yang membahas
pendidikan dari sudut pandang filsafat. Tentunya berbeda dengan psikologi
pendidikan yang membahas kegiatan pendidikan dari sudut pandang psikologi.
Pendidikan dapat dibahas dari bermacam-macam sudut pandang disamping sundut
pandang diatas filsafat dan psikologis dapat juga dibahas dari sudut pandang
sosiologi, antropologi, budaya, ekonomi dan politik. Apabila pendidikan dilihat dari sudut pandang
filsafat, muncul pertanyaan “apa manfaatnya bagi guru mempelajari filsafat?”
Filsafat pendidikan membahas
pendidikan dari sudut pandang filsafat dimana filsafat merupakan induk semua
ilmu pengetahuan, sehingga tinjauan pendidikan dari sudut pandang filsafat akan
aktivitas pendidikan dibahas secara luas. Kata
filsafat (Philoshopy) berasal dari bahasa latin
yang memiliki arti kata
philos yang berarti cinta dan kata sofia (sophia) artinya
kearifan (wisdom), sehingga pengertian dari filsafat merupakan suatu kecintaan
terhadap kearifan (wisdom).
Kegiatan pendidikan sendiri memiliki
pengertian kegiatan yang disengaja (dirancang
secara sistematis oleh agent yaitu pemerintah, guru atau pendidik, orangtua
dll) untuk membantu kegiatan belajar agar dapat mencapai tujuan yang efektif.
Namun menurut konsep pendidikan tradisonal yang dikemukakan oleh Langeveld
(Belanda) Pendidikan adalah kegiatan sistematis yang dilakukan orang dewasa,
untuk membantu anak-anak yang belum dewasa mencapai perkembangan dewasa. Pendidikan adalah kegiatan yang
tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan karena pendidikan merupakan cara
seseorang untuk melangsungkan kehidupan. Dari berbagai konsep pendidikan diatas
dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha yang disengaja (dirancang
secara sistematis oleh agen yaitu
pemerintah, orang tua, pendidik atau guru) untuk membantu kegiatan belajar sehingga
mencapai tujuan yaitu melangsungkan kehidupan.
Dari
pengertian filsafat dan pendidikan tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa filsafat pendidikan adalah pembahasan tentang kegiatan
pendidikan yang menghasilkan kecintaan dan kearifan untuk kelangsungan kehidupan
manusia. Kegiatan pendidikan bukan sekedar kegiatan praktis yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karena apabila pendidikan
sekedar
kegiatan praktis, kegiatan pendidikan dapat menghancurkan harkat dan martabat
manusia. Kegiatan pendidikan yang
menekankan dengan aktivitas yang bersifat teknis hanya berkaitan dengan cara
atau metode mengajar saja. Selanjutnya dalam proses pendidikan yang bersifat
teknis atau praktikal dapat membahayakan anak karena guru melakukan hal semena-mena
sesuai dengan keinginan. Sebaliknya bila seorang guru mempelajari filsafat
pendidikan secara mendalam tujuan pendidikan akan lebih diarahkan kepada
pengembangan diri anak dan kehidupannya yang bermartabat. Dalam filsafat pendidikan akan dipelajari secara luas
dan mendalam mengenai kehidupan, tujuan pendidikan, hakekat
anak, lingkungan pendidikan, alat-alat pendidikan, sehingga dapat digunakan sebagai
sumber pegangan dalam melakukan
aktivitas pendidikan.
Langkah awal yang dapat dilakukan seorang pendidik atau guru setelah
selesai mempelajari filsafat pendidikan dan ingin mengaplikasikan dalam
kegiatan pendidikan dimulai dengan menggunakan kata “mengapa?” (why?). Dengan kata mengapa, seorang pendidik dapat memulai
memandang pendidikan yang lebih menekankan pada kecintaan dan kearifan,
contohnya “Mengapa pendidik harus menghargai anak? atau mengapa
pendidik harus menghukum anak?” dengan alasan membentuk kedisiplinan. Guru yang
mempelajari filsafat pendidikan sebelum melakukan tindakan memberi hadiah atau
hukuman akan menjawab pertanyaan tersebut dan jawaban yang mencerminkan pada
kecintaan akan kearifan tanpa menghancurkan harkat dan martabat anak yang harus
dipilih. Pilihan dari kedua pertanyaan tersebut tidak harus selalu hukuman atau
hadiah karena setiap anak itu berbeda sehingga jawaban yang dipilih oleh guru
pun akan berbeda bagi setiap anak.
Pendidikan
yang menghancurkan harkat dan martabat manusia juga dijelaskan oleh Paulo
Freire dalam bukunya “Pedagogy of the Oppresed” yang menggambarkan tentang
konsep proses pendidikan yang menindas anak didik. Kegiatan pendidikan yang
menindas anak diibaratkan seperti gelas kosong yang harus diisi air oleh
pendidik sehingga konsep pendidikan ini dikenal dengan pendidikan gaya bank “banking
concepts”. Proses pembelajaran dengan “banking concepts” menggunakan
gaya belajar guru mengajar anak didik diajar, guru tahu segala hal anak didik
tidak tahu apa-apa, guru berfikir dan anak didik diajarkan apa fikiran guru,
guru berbicara anak didik mendengarkan dengan sabar, guru memberikan aturan dan
anak didik diatur, guru melakukan sesuatu dan anak didik membayangkan apa yang
guru lakukan, guru memilih suatu program dan anak didik tanpa meminta
pertimbangan mengikutinya, anak bingung akan pengetahuan yang dikuasainya yang
berlawanan dengan kebebasan anak didik, serta guru sebagai subyek pembelajaran
sementara anak dijadikan obyeknya. Proses
pembelajaran gaya bank tersebut apabila digunakan dalam lembaga pendidikan baik
anak usia dini maupun lembaga pendidikan yang ada ditingkat selanjutnya akan
menyebabkan anak menjadi tertekan dan mematikan kreativitas serta potensi anak.
Mempelajari filsafat pendidikan bagi pendidik ialah menumbuh kecintaan
terhadap kearifan (wisdom) selama proses pembelajaran. Sebagaimana
pengertian filsafat, pendidik anak usia dini pada khususnya mempelajari
filsafat bertujuan agar dalam melaksanakan proses pembelajaran menuntutnya
untuk memahami kodrat anak (the nature of child) dan memperlakukan anak
sesuai dengan kodrat alamnya bukan memaksakan menurut kemauan pendidikan (yang
lebih sering orang dewasa inginkan). Kehidupan yang arif menurut pandangan
filsafat mencakup kebenaran (truth), kebaikan (goodness), dan keindahan
(beauty). Aktivitas pendidikan menurut
pandangan filsafat harus mencakup ketiga aspek diatas.
Guru
atau pendidik sedapat mungkin menjadi seorang yang mencintai kearifan
(filsafat). Sesuai
dengan dimensi kehidupan yang dimiliki oleh manusia yang memahami filsafat,
seorang guru juga memiliki ketiga dimensi tersebut. Dalam hal kebenaran (truth)
yang lebih menekankan pada pemikiran, kebaikan (goodness) lebih menekankan pada
perasaan yang terkait dengan nilai moral, sedangkan keindahan (beuty) lebih
ditekankan pada sikap atau perilaku yang menghargai keindahan. Oleh karena itu
seorang guru yang memahami tiga
pandangan dimensi manusia dalam proses pembelajaran akan melibatkan aktivitas
mengontrol, membimbing dan mengarahkan peserta didiknya dengan cara yang arif.
Dalam mengimplementasikan filsafat pendidikan seorang guru mampu membawa
peserta didik memasuki tempat dimana mereka dapat memperoleh pengetahuan yang
dapat dievaluasi diakhir pembelajaran, menghubungkan tujuan dan keinginan dan
memilih metode pendidikan yang memiliki harmonisasi dengan tujuan.
“Life Long Education” belajar sepanjang hayat, merupakan prinsip dari pendidikan yang
mengembangkan konsep pendidikan dapat dilakukan selama individu tersebut hidup.
Dalam konsep “Life Long Education” , kegiatan belajar akan diperoleh dari setiap pengalaman adalah sebuah
aktivitas yang harus selalu dilakukan baik di bidang formal atau pendidikan
dengan menumbuhkan potensi dari dalam. Seperti dalam pandangan filsafat bahwa
anak memiliki fitrah yang telah diberikan oleh Tuhan dengan fisik yang baik ,
pemikiran yang cerdas dan moral dan yang baik.
Pendidikan merupakan kegiatan yang melibatkan nilai, pengetahuan dan
ketrampilan sedangkan latihan lebih pada fisik yang terarah. Pendidikan adalah
alat utama menjaga kelangsungan hidup. Kelangsungan hdup yang baik menurut
filosof adalah kehidupan yang mendukung dimensi kehidupan manusia. Mempelajarai
filsafat bagai guru adalah Membuka pandangan seorang guru lebih luas dan
mendalam terkait proses pendidikan. Dalam pendidikan terdapat kegiatan mendidik
dan mengajar yang bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia
(memanusiakan manusia). Khususnya dalam PAUD seorang guru mampu mengembangkan
fisik, moral, bahasa, (mengembangkan dimensi social). Menghubungkan pendidikan
dengan makna kehidupan sebagai arti dari filsafat pendidikan.
Dimensi Filsafat
Introduction
Di
pertemuan sebelumnya kita telah berdiskusi terkait pengertian filasafat, yang
memiliki arti dengan mempelajari filsafat dapat menumbuhkan kecintaan terhadap
kearifan (wisdom). Dalam dunia pendidikan seorang pendidik diharapkan
mampu memahami filsafat agar dalam kegiatan pendidikan bukan sekedar kegiatan
praktis untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Kegiatan pendidikan
yang hanya mengedepankan kegiatan praktis (pendidik datang mengajar) dapat
menghancurkan harkat dan martabat manusia. Muncul pertanyaan besar dalam setiap
diri pendidik, bagaimana mengimplikasikan filsafat dalam dunia pendidikan?.
Ilustrasi
Dari
waktu ke waktu guru dan anak didik
selalu bertanya kepada dirinya sendiri tentang implikasi
filsafat dalam kehidupan. Seorang guru ingin tahu “kenapa saya harus
mengajar?” dan anak didik
bertanya “kenapa saya harus belajar misal Matematika? Mengapa saya harus
berangkat ke sekolah setiap hari?”. Apabila dicari lebih jauh lagi, akan muncul
pertanyaan yang semakin filosofi karena pertanyaan yang muncul akan lebih
banyak terkait dengan sifat manusia, pengetahuan, nilai dan kehidupan yang
baik.
Seseorang yang ingin menjadi seorang filosof harus memahami dimensi filsafat yaitu, 1) Filsafat
sebagai aktivitas, 2) Filsafat
sebagai sikap, dan 3) Filsafat
sebagai isi (content).
1) Filsafat sebagai aktivitas
Filsafat sebagai aktivitas,
menggambarkan tujuan menjadi manusia yang mencintai kearifan.
Seseorang yang mencintai kearifan
harus melakukan aktivitas berfikir spekulatif, sintesis, prescribing dan
analizing. Berikut ini penjelasan mengenai filsafat sebagai
aktivitas,
a. Speculative
Philosophy
Speculative
Philosophy merupakan salah satu cara berfikir
sistematis tentang keberadaan sesuatu yang ada (exists). Muncul
pertanyaan mengapa para filosof ingin membahas eksistensi sesuatu hal? Mengapa
tidak pada konten ilmu seperti ilmu pengetahuan alam yang dapat digunakan dalam
aspek tertentu di kehidupan nyata?. Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah pemikiran
setiap manusia yang
menginginkan untuk mengetahui segala sesuatu secara keseluruhan atau menyeluruh.
Keinginan tersebut bertujuan untuk
memahami akan semua perbedaan yang ada dan telah ditemukan bersama-sama dari
beberapa bentuk yang memilik kebermaknaan sebenarnya. Mengapa demikian, karena
setiap manusia memiliki kesadaran akan kecenderungan dari dalam dirinya
sendiri. Ketika kita membaca buku, melihat gambar di dalam buku tersebut, atau
mempelajari akan tugas didalamnya, kita tidak hanya terfokus pada detail
tertentu tetapi secara signifikan juga memperhatikan instruksi atau pola yang
ada secara detil. Speculative Philosophy dapat diartikan sebagai sebuah
pencarian untuk mengetahui sesuatu dan keseluruhan tidak hanya digunakan pada
hal-hal tertentu atau pengalaman tertentu tetapi untuk semua pengetahuan dan
pengalaman. Secara singkat Speculative Philosophy adalah upaya untuk
menemukan hubungan (coherence) dari keseluruhan (realm) alam
pikiran dan pengalaman.
Berfikir speculative sebagai berfikir
melampaui keterbatasan pengetahuan manusia, dimana manusia dapat melakukan
lompatan rational dari sesuatu yang sudah diketahui secara empiric untuk masuk
dalam wilayah di atas empiric yang belum diketahui. Misalnya pendidik
dihadapkan pertanyaan dengan kodrat anak, fitrah anak atau nature anak
untuk dapat melakukan kegiatan pendidikan yang humanis, sesuai dengan kodrat,
fitrah, atau nature anak. Kegiatan pendidikan yang tidak sesuai dengan fitrah
(kodrat anak) anak akan menghancurkan potensi atau tendensi bawan yang ada
dalam diri anak.
Berusaha
memahami sesuatu yang berada diluar fakta-fakta yang ada dan memasuki daerah
yang gelap dan sering tidak didukung data yang cukup, misalnya berfikir tentang
hakekat anak atau hakekat manusia merupakan cara berfikir spekulatif.
b. Prescriptive
Philosophy
Prescriptive
Philosophy berupaya untuk menetapkan standar
pada nilai, menilai perilaku, dan menilai seni. Prescriptive Philosophy mengkaji
segala sesuatu dengan baik dan buruk, benar dan salah, cantik dan jelek.
Apapun pertanyaan yang muncul terkait dengan kualitas yang menjadi sifatnya (inhere)
didalam dirinya sendiri atau segala hal terkait proyeksi akan pemikirannya.
Dalam pengalaman mental psikolog keberagaman perilaku moral manusia tidak hanya dinilai baik atau buruk, psikolog
memiliki beberapa bentuk akan perilaku yang dapat dipelajari secara empirik.
Tetapi tidak untuk pendidik dan Prescriptive Philosopher yang memiliki
bentuk akan perilaku manusia yang bermanfaat atau tidak bermanfaat.
Prescriptive Philosophy berusaha untuk menemukan dan untuk merekomendasikan
prinsip dalam menentukan akan tindakan dan kualitas yang banyak bermanfaat dan
mengapa manusia harus melakukannya.
Berfikir prescriptive sebagai
berfikir yang membangun standar untuk
menentukan nilai perilaku atau keindahan (seni). Preskripsi pada umumnya
terkait dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam situasi tertentu yang
membutuhkan pertimbangan nilai moral dan nilai keindahan. Dalam kehidupan
seseorang dituntut untuk berbuat (berperilaku yang baik, benar, dan indah sesuai
dengan situasi (konteksnya) bukan sebaliknya berbuat jelek, salah, dan buruk.
Berusaha
menemukan apa yang seharusnya dilakukan manusia dalam kehidupan ini. Guru atau
pendidik harus dapat menentukan apa yang harus dilakukan anak disekolah, apa
yang tidak boleh dilakukan disekolah sebagai tempat pendidikan.
c. Analytic
Philosophy
Analytic
Philosophy berfokus pada kata dan makna. Analytic
Philosopher melihat secara keseluruhan seperti “sebab”, “pikiran”, “kebebasan
akademik” dan “kualitas memiliki kesempatan”
dalam menilai dari perbedaan makna yang membawa mereka dalam berbagai perbedaan
konteks. Analytic Philosopher memperlihatkan ketidak konsistensi yang dapat tumbuh ketika
menggunakan pendekatan dalam berbagai
konteks. Analytic Philosopher cenderung menjadikan filsafat bersifat skeptical
(skeptic), cautions (perhatian), dan disinclined (sengan) dalam
membangun sebuah system yang berdasar.
Berfikir
analisis sebagai berfikir yang menguji bahasa manusia dan penggunaannya dalam
usaha untuk mencari kejelasan memahami permasalahan dan bagaimana dipecahkan.
Misal terdapat ungkapan bahasa dalam pendidikan setiap manusia berhak
memperoleh pendidikan, apa makna dari kata hak memperoleh pendidikan?.
Berusaha
menganalisis atau memahami bahasa manusia dan penggunaan bahasa itu dalam
kehidupan manusia. Misalnya seorang guru atau pendidik harus memahami sebuah kata “setiap anak berhak memperoleh pendidikan”. Apa arti kata-kata tersebut?, bagaimana dengan anak
keluarga miskin?, bagaimana dengan anak didaerah terpencil?, bagaimana tugas
orang tua?, bagaimana tugas masyarakat, pemerintah, guru dan lain-lain?.
d.
Sintesis Philosophy
Berfikir sintesis sebagai berfikir yang menyatukan
bermacam-macam penegtahuan untuk memperoleh pandangan kehidupan yang
komprehensif dan konsisten sebagai dasar untuk pengembangan aspirasi dan
interprestasi pengalaman. Tindakan manusia yang didasarkan pada pandangan hidup
yang lebih luas akan menimbulkan kearifan apabila dibandingkan dengan dasar
pandangan hidup yang sempit.
Mensintesiskan bermacam-macam
sudut pandang sehingga menjadi suatu pemahaman yang luas dan mendalam atau
memperolah pemahaman yang konprehensif.
Belakangan ini
pendekatan analitic mendominasi para filosot Amerika dan Inggris, namun
sebagian besar para filosof setuju bahwa kesemua pendekatan memberikan
kontribusi dalam filsafat yang sehat. Dalam beberapa kasus hanya sedikit
para filosof yang memandang dari satu sudut pandang spekulatif, precriptif, dan
analisis.
2) Filsafat Sebagai Sikap
Filsafat sebagai suatu sikap,
menggambarkan untuk menjadi manusia yang mencintai kearifan seseorang harus
memiliki sikap dalam hidup: kesadaran diri (selft awareness), menyeluruh
(comprehensiveness), kedalaman (penetrasi), fleksibelitas (flexibility).
a.
Kesadaran diri, yaitu sikap komitemen
untuk menjadi jujur (baik) sebisa mungkin, walaupun ada kecenderungan untuk
memiliki prasangka baik
pada dirinya. Semua orang dapat memiliki prasangka, membenarkan pandangan
sendiri, atau menolak pandangan orang lain. Seorang yang arif harus memiliki kesadaran akan
memungkinkan diri yang biak
dan berusaha menemukan pandangan hidup yang lebih baik dan benar melalui
kesadaran diri.
b.
Menyeluruh, yaitu sikap yang
melibatkan mengumpulkan data yang sebanyak-banyaknya dari pada sekedar puas
dengan data yang sempit yang telah
dimiliki. Sikap ini terkait dengan aktivitas seseorang yang arif dan melibatkan berfikir
secara komprehensif.
c.
Penetrasi adalah suatu keinginan yang membimbing
seseorang masuk dalam problem sedalam mungkin selama waktu, energy, dan
ketrampilam yang memungkinkan.
d.
Fleksibelity adalah sikap yang
berlawanan dengan kekakuan (riqidity) yang dapat melihat problem lama dengan
cara baru. Seseorang yang memiliki sikap fleksibel memungkinkan melihat
bermacam-macam alternative pemecahan dalam menghadapi masalah.
3)
Filsafat sebagai Isi
Dalam filsafat pendidikan,
mempelajari penerapan filsafat dalam kegiatan (praktik) pendidikan diperlukan
oleh setiap guru atau pendidik agar dapat mempraktikan atau melakukan kegiatan
pendidikan. Guru atau pendidik harus
memahami filsafat pendidikan agar apa yang dilakukan membawa kearifan pada
kehidupan manusia atau tidak menghancurkan harkat kemanusian anak.
Filsafat
sebagai isi, menggambarkan untuk menjadi manusia yang mencintai kearifan
seseorang harus memahami isi filsafat yaitu:
a.
Metafisik, suatu kajian tentang hakikat realita
b.
Epistemology, suatu kajian tentnag hakikat
kebenaran dan pengetahuan bagaimana hal itu dicapai.
c.
Aksiologi : suatu kajian tentang nilai
berikut ini adalah gambaran dari aspek filsafat
dilihat dari Isi, aktivitas, dan sikap
Gambar 1.1
Aspek Filsafat
Untuk
memahami lebih jauh tentang filsafat pendidikan, maka lebih dahulu kita harus
memahami apa yang menjadi cabang
filsafat.
1) Metafisika
Cabang filsafat yang mempelajari “hakekat
realita” dimana metafisik terdiri dari dua
kata: meta yang artinya dibelakang atau dibalik (beyond) dan phisik yang
artinya benda material. Metafisik adalah cabang filsafat yang mempelajari
hakekat realita yang berada di belakang benda material, misalnya orang awam
melihat batu sebagai
sebuah realita. Sebuah batu yang dipandang sebagai sebuah realita hanya
menanggap batu adalah benda material yang keras apabila dilempar kekaca dapat
memecahkan kaca.
Batu sebagai benda material bagi
orang awam akan memiliki sudut pandang yang berbeda bagi seorang ilmuwan.
Ilmuwan melihat batu adalah benda material yang mengandung energi listrik,
sehingga memiliki kekuatan yang ada didalam batu. Apabila batu ingin dipecah
dibutuhkan kekuatan yang lebih dari kekuatan yang ada didalam batu. Kekuatan
yang digunakan untuk memecah batu bila lebih rendah dari kekuatan yang ada
didalam batu, maka batu tidak akan terpecah. Namun sebaliknya apabila batu
sudah pecah manjadi pasir maka kekuatan batu sudah hilang dan tidak mungkin
manusia dapat membentuk pasir menjadi batu lagi seperti sedia kala.
Dari uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa realita yang sebenarnya dari batu adalah kekuatan energi yang
ada dibelakang benda matrial batu. Pertanyaan metafisika meliputi 4 pertanyaan
yaitu:
a)
Aspek
Kosmologi
Aspek kosmologi adalah suatu studi
tentang asal-usul semesta, hakekat alam semesta dan perkembangan alam semesta.
Manusia hidup sebagai bagian dari alam semesta dan hidup bersama dengan bagian
yang lain maka manusia harus memahami alam semesta. Alam semesta yang memiliki
bagian-bagian seperti matahari, bulan, bintang, laut, gunung, hutan, manusia,
dan binatang. Bagian alam semesta tersebut memiliki asal-usul, hakekat yang
sebenarnya dan memiliki perubahan atau perkembangan manusia dan anak-anak dapat
hidup harmoni dg alam semesta.
Mereka semua harus memahami hakekat
matahari, bumi, bintang, gunung, laut, manusia lainnya dan binatang. Oleh
karenanya adalah tugas guru atau pendidik dalam kegiatan pendidikan untuk
mengenalkan realita alam semesta itu. Anak harus memahami manusia hidup dibumi
tetapi ada unsur lain alam semesta misalnya matahari memberikan sinar yang
membawa kehidupan dibumi menjadi terang benderang di siang hari. Adanya sinar
matahari yang panas membuat hidup manusia, binatang dan tanaman memperoleh
energi untuk kehidupannya. Begitu adanya tanaman hujan, gunung, sungai, laut
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
b)
Aspek
Teologi
Adalah suatu studi tentang hakekat
realita Tuhan, mungkin manusia atau anak menyatakan apakah Tuhan itu ada atau
tidak? Kalau ada Tuhan itu banyak atau satu? Apa fungsi Tuhan? Orang yang
beragama menyakini bahwa tuhan itu ada dan bagi agama monotoieme (mempercayai
hanya ada satu Tuhan, dimana Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Bagi paham atheis menyatakan tidak ada Tuhan. Bagi paham patheis
menyatakan Tuhan dan Alam adalah identic atau sama.
c)
Aspek
Ontologi
Suatu studi tentang hakekat
keberadaan atau eksistensi. Apakah keberadan? Apakah keberadaan itu berada pada
fisik (material)? Atau berada pada spiritual? Siapakah manusia hakekatnya fisik (material)
atau spiritual?
d)
Aspek
Antropologi
Suatu studi tentang manusia, bahwa
manusia dapat berfungsi sebagai subyek tetapi obyek. Manusia dapat mempelajari
diri sendiri atau orang lain sebagai obyek pemahaman. Kehidupan manusia
dipelajari oleh banyak ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, ekonomi, politik,
psikologi, sosiologi dll.
Hubungan metafisik dengan kegiatan pendidikan ialah, bahwa kehidupan
manusia baik secara ekonomi, social, agama, budaya sangat dipengaruhi oleh
pandangan manusia terhadap kosmologi, teologi, antropologi, dan ontologi.
Kegiatan pendidik tidak dapat dipisahkan dengan pemahaman metafisik. Pandangan
metafisik yang berbeda akan berpengaruh terhadap bedanya system pendidikan atau
pendekatan pendidikan.
Pandangan setiap orang berbeda satu dengan yang lain, misalnya pandangan
metafisika muslim berbeda dengan nasrani. Aktivitas pendidikan harus
disesuaikan dengan pandangan metafisika orang-oang disekitar pendidikan.
2)
Epistemologi
Cabang
filsafat yang mempelajari
hakekat pengetahuan, sumber dan validitas (keabsahan) pengetahuan adalah
epistemology. Epistemology digunakan untuk mencari jawaban pertanyaan tentang “apa itu kebenaran?” dan “bagaimana kita mengetahuinya?”.
Mempelajari epistemology berkaitan dengan issue tentang ketergantungan
pengetahuan dan ketepatan bermacam-macam metode untuk mencapai kebenaran yang
dapat dipercaya dan hubungannya dengan metafisik adalah menjadi pusat dari
proses pendidikan.
Dimensi Pengetahuan
Apakah realitas dapat diketahui? Pertanyaan ini menunjukkan adanya hubungan yang dekat
antara epistemology dan metafisik. Paham skeptisme dalam pandangan sempit
menyatakan bahwa tidak mungkin kita mendapatkan pengetahuan dan pencarian untuk
memperoleh kebenaran adalah sia-sia. Skeptisme penuh membuat kecerdasan dan
tindakan pencarian pengetahuan untuk memperoleh kebenaran tidak mungkin
terjadi. Skeptisme dalam pandangan luas sering digunakan untuk menunjukkan
sikap mempertanyakan setiap asumsi atau kesimpulan sehingga memperoleh
perhatian untuk pengujian yang sungguh-sungguh.
Hampir semua orang menyatakan bahwa realita dapat diketahui. Sekali kita
mengambil posisi ini, maka kita harus menentukan melalui sumber apa realitas
dapat diketahui, dan kita harus memiliki konsepsi tentang bagaimana menentukan
keabsahan (validitas) pengetahuan kita.
Apakah kebenaran itu subjektif atau absolut?. Pertanyaan tentang pengetahuan adalah apakah
pengetahuan itu relative atau absolut. Apakah mungkin apa yang benar sekarang,
besok menjadi salah?. Apabila kita menjawab pertanyaan ini ya, maka kebenaran
bersifat relative, kebenaran absolut menunjuk kebenaran yang abadi dan bersifat
universal. Suatu kebenaran yang tidak memandang waktu atau tempat.
Apakah pengetahuan itu subjektif atau objektif?. Pertanyaan lain tentang pengetahuan apakah subjektif
atau objektif?, pertanyaan ini terkait relatif dengan relativity ilmu
pengetahuan.
Van Cleve Morris mencatat ada tiga hal dasar yang memposisikan
pengetahuan itu objektif. Pertama, sebagian besar memahami bahwa pengetahuan adalah
sesuatu yang datang kepada kita dari “luar” dan memasuki kita melalui pikiran dan system neuron kita sebanyak cara
yang digunakan. Morris beranggapan bahwa matematika dan ilmu fisika sering
dilihat sebagai pengetahuan yang menyinari.
Kedua, yang lainnya percaya bahwa pengetahuan berkontribusi dalam hubungannya
diri sendiri dengan dunia dalam hal salah satunya dengan cara ikut bertanggung
jawab untuk struktur pengetahuan. Orang yang mempelajari ilmu social dan ilmu
perilaku terkadang melihat pengetahuan sebagai aturan. Ketiga, adanya keberadaan “subjek yang murni” yang menjadi penghasil atas kebenaran dibandingkan
sebagai penerima atau partisipan.
Pengetahuan yang subjektif atau objektif menurut Morris sebagian besar
dilakukan dalam area seperti seni, bahasa, dan music. Selebihnya pengetahuan
akan diamati dalam berbagai filsafat sekolah yang dilakukan untuk membenarkan
dirinya sendiri dengan satu atau orang lain dalam berbagai pandangan sebagai
kebenaran yang objektif dan pengetahuan yang objektif.
Apakah ada kebenaran yang independen akan pengalaman manusia?. Pertanyaan ini
merupakan dasar untuk mempelajari epistemology dan dapat menjadi pandangan yang
terbaik dalam masa priori dan posteriori pengetahuan. Pengetahuan a priori
menunjukkan pada pemikiran yang dibangun melalui struktur realita. A priori
selalu bersifat independen akan pengalaman manusia dan kebenaran, karena a
priori merupakan pemikiran yang dibangun sebelum mengalami pengalaman
sebenarnya.
Apapun pengetahuan yang dicapai selalu mengenai hubungan antara a posteriori - Pengalaman manusia yang
bersifat posterior dan dipengaruhi terhadap kesadaran diri sendiri.
Sumber
Pengetahuan
Panca Indra. Pandangan
Empirik melihat pengetahuan yang disusun melalui pengindraan, orang melihat
bentuk gambar disekelilingnya dengan melihat, mendengar, mencium, meraba, dan
merasakan. Pengetahuan empirik dibangun melalui pengalaman alamiah manusia.
Contohnya, seseorang dapat pergi ke halaman pada waktu musim semi dan melihat
pemandangan yang indah, mendengarkan suara burung, merasakan hangatnya sinar
matahari, dan mencium wangi bunga yang bermekaran. Orang tersebut mengetahui
bahwa musim ini adalah musim semi karena menerima pesan yang diterima oleh
panca indra.
Wahyu. Pengetahuan yang bersumber dari wahyu Tuhan adalah sangat penting dalam
bidang agama. Wahyu adalah komunikasi Tuhan tentang kehendakNya. Mereka yakin
akan wahyu memandang pengetahuan yang bersumber wahyu bersifat absolut dan
tidak terkotori. Tetapi mungkin dapat terjadi kesalahan pada interprestasi
manusia.
Otoritas. Pengetahuan bersumber otoritas, dianggap benar karena diperoleh dari
para ahli yang diyakini sebagai suatu tradisi. Didalam kelas sumber informasi
adalah otoritas seperti buku teks, guru, buku referensi. Otoritas sebagai
sumber pengetahuan, memiliki keuntungan dan kelemahan.
Penalaran
(reason). Pandangan bahwa penalaran atau pikiran atau logic
sebagai sentral dari pengetahuan biasa disebut rationalisme. Rasionalis
menekankan pada kekuatan pikiran manusia dalam mengembangkan pengetahuan, dan
memandang bahwa indra saja tidak dapat menghasilkan pengetahuan yang bersifat
universal kebenarannya, konsisten satu dengan yang lain. Apa yang ditangkap
oleh panca indra harus diorganisir oleh pikiran menjadi suatu system yang
bermakna sebelum mereka menjadi ilmu pengetahuan.
Intuisi. Pemahaman langsung akan pengetahuan yang bukan merupakan hasil
penalaran atau pengamatan indra disebut intuisi. Intuisi terjadi dibawah
dataran kesadaran yang dialami manusia sebagai kilatan cahaya.
3)
AKSIOLOGI
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mencari jawaban
dari pertanyaan: apakah itu nilai? Manusia adalah makhluk yang memiliki inters
dengan nilai atau manusia adalah makhluk yang menilai. Manusia selalu memiliki
kesenangan terhadap sesuatu yang tertentu daripada yang lain. Kehidupan social (manusia) selalu berdasarkan
pada system nilai tertentu. System nilai bukan yang bersifat universal, tetapi
berbeda-beda setiap masyarakat karena berbeda pandangan metafisiknya dan
epistemologinya. System nilai suatu masyarakat
berbeda satu dengan yang lain, karena dipengaruhi perbedaan pandangan tentang
realita dan kebenaran.
Pertanyaan tentang nilai terkait dengan perhatian
individu dan masyarakat terhadap sesuatu yang berbahaya sebagai kebaikan (goodness)
dan menyenangkan (preferable). Masyarakat dan individu selalu memiliki
pandangan tentang kebaikan dan mempraktikan dalam kehidupannya apa yang
dipandang sebagai kebaikan itu. Sehingga nilai dapat dibedakan sebagai dua hal,
pertama adalah nilai yang dikatakan dan kedua adalah nilai yang dipraktikan.
Seseorang memiliki nilai yang dikatakan, belum tentu mereka mempraktikkan nilai
tersebut.
Aksiologi sama dengan metapisik dan epistimologi
adalah berdiri menjadi fondasi proses pendidikan. Proses pendidikan melibatkan
pemahaman system nilai (aksiologi), pemahaman metafisik (realita kehidupan) dan
pemahaman ilmu pengetahuan (epistimologi). Aspek utama pendidikan adalah
mengembangkan nilai kebaikan dan juga nilai keindahan, dimana ruang-ruang kelas
dan sekolah adalah merupakan sebuah panggung tentang nilai kebaikan dan
keindahan. Aksiologi memiliki dua cabang utama yaitu etika (nilai moral) dan
estetika (nilai keindahan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar