Minggu, 18 Desember 2016

Hasil resume Tablig Akbar TEMA : “Dilema nikah muda? Nikah Asyik Gak Pakek Ribet”



Nama              : Lina Muti’ah
NIM                : 1400002048
Sem./Kls.        : V/A
Tugas              : Resume Tablig Akbar
Matkul            : Pendidikan Anak dalam Keluarga

TEMA : “Dilema nikah muda? Nikah Asyik Gak Pakek Ribet”

MEMINANG
Definisi pihak laki-laki mengutarakan kepada pihak perempuan keinginan untuk menikahkan kedua belah pihak.


Catatan:
1.      Kalau perempuan itu tidak bersuami boleh dipinang dengan terang-terangan,
2.      Tetapi kalau dalam keadaan iddah raji’ah (kemungkinan rujuk) tidak boleh dipinang,
3.      Apabila iddah kematian suami boleh dipinang ketika masih iddah dengan sindiran,
4.      Tidak boleh meminang perempuan yang sudah dipinang pihak lain, kecuali masih dalam masa pertimbangan.
Ada banyak sekali manfaat yang didapatkan dari nikah muda, diantaranya sebagai berikut:
1.      Lebih terjaga dari dosa
Dalam ajaran agama, menikah di usia muda adalah hal yang di ajarkan karena dapat mencegah terjadinya pergaulan bebas dan penyebaran penyakit kelamin yang berbahaya. Selain itu, menikah di usia muda juga memastikan koteks garis keturunan yang jelas.
2.      Lebih bahagia
Hasil riset National Marrtage Project’s 2013 di Amerika Serikat (AS) menunjukan presentase tertinggi orang merasa sangat puas dengan kehidupan pernikahan adalah mereka yang menikah di usia 20-28 tahun. Sebab mereka umumnya belum memiliki banyak ego-ambisi.
Pasangan muda lebih mudah menerima pasangan hidupnya. Bahkan, ketika seorang suami belum mapan secara ekonomi dan akibatnya hidup “pas-pasan”, mereka tetap bisa enjoy dengan kondisi tersebut.
3.      Mudah beradaptasi
Pengantin berusia muda memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan , lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, keluarga pasangan, dan kebiasaan buruk pasangan. Hal yang demikian tidak terjadi pada pasangan pengantin yang telah berusia matang.
4.      Lebih puas untuk urusan intim
Pasangan yang menikah di usia 20-an cenderung melakukan hubungan intim lebih sering daripada mereka yang menikah lebih lambat. Hasil studi Dana Rotz dan Harvard University pada 2011 menunjukkan, menunda usia nikah empat tahun terkait dengan penurunan satu kali hubungan intim dalam sebulan.
5.      Belajar kedewasaan
Belajar menjadi dewasa dengan orang yang kita cintai adalah fase hidup yang menyenagkan. Bisa menjadi lebih bertanggungjawab, daripada sebelumnya saat belum menikah. Seseorang akan bisa lebih bertanggung jawab karena tuntutan keadaan yang memaksa harus seperti itu.
6.      Emosi lebih terkontrol
Menikah diusia muda terbukti lebih cepat mendewasakan pasangan terssebut. Dalam arti menikah dan berrumah tangga membuar seseorang lebih terkontrol emosinya. Ini dipengaruhi oleh pendamping dan tersalurkannya “kebutuhan batin”.
7.      Bersama-sama mengejar mimpi
Masa muda adalah masa mengejar mimpi. Disinilah letak serunya menikah muda. Pasangan menikah muda masih memiliki semangat yang tinggi dalam mengejar cita-cita. Tak sebatas itu saja dukungan yang diberikan pun lebih konkrit dan nyata.
8.      Lebih mudah meraih kesuksesan
Sebagian orang menunda menikah dengan alasan mencapai jenjang karier tertentu atau hidup mapan terlebih dahulu. Padahal saat seseorang telah menikah, ia menjadi lebih tenang, merasakan sakinah.
9.      Faktor Reproduksi
Peluang memperoleh anak lebih tinggi dibandingkan pengantin wanita berusia lebih dari 35 tahun. Ini adalah keuntungan menikah muda.
10.  Lebih baik bagi masa depan anak
Lebih baim bagi masa depan anak-anak disini bukan berarti menikah di usia muda memungkinkan anak sudah dewasa saat orang tua pensiun. Meskipun, hal itu juga bisa menjadi salah satu pertimbangan.

cerita berantai untung sedikit nyambung ada yang lebih parah :)



MEMAAFKAN ITU INDAH
 oleh :Lina Muti’ah

Mesya adalah gadis kecil nan cantik yang tinggal di suatu desa. Rambutnya yang panjang teruai selalu dihiasi bandana warna merah muda kesayangannya. Tubuhnya yang kecil itu lincah kesana-kemari berlari-lari di tengah rerumputan. Disana ia selalu bermain-main dengan teman-temannya.
Pagi ini Mesya mrmulai harinya dengan pergi ke padang rumput yang ada di ujung desa. Disana ia bertemu dengan temannya yaitu Lili.
“Hai, Lili”, sapa Mesya.
“Oh, hai Mesya. Selamat pagi”, balas Lili.
“Selamat pagi Lili, tumben sekali pagi ini kamu sudah kesini”, tanya Mesya.
“Iya, aku ingin bertemu dengan kamu”, jawab Lili.
“Wah, kebetulan sekali kita bertemu disini”, seru Mesya, “ada apa li, apa yang ingin kamu katakan?”, lanjut Mesya.
“Begini Mes, aku mau ngajak kamu bermain congklak di rumahku, kamu mau kan Mes?”, tanya Lili.
“Maaf Li, kalau sekarang aku tidak bisa, karena aku sudah ada janji dengan orang tuaku. Sekali lagi maaf ya Li”, pinta Mesya.
Tanpa berpikir panjang Lili pun marah dengan Mesya.
Keesokan paginya Mesya mencari Lili kemana-mana hingga iamelihat Lili, dan Mesya pun memanggilnya.
“Lili...... Lili .....”, kata Mesya setengah berteriak.
Berulang kali Mesya memanggil Lili, Lili pun tidak menjawabnya.
“Lili..... Lili ...... kenapa kamu tidak menjawab saat aku memanggilmu”, kata Mesya.
“Aku marah padamu, karena kamu tidak mau bermain denganku”, kata Lili.
“Maafkan aku Lili, akupun kemarin ingin bermain bersamamu tapi aku sudah berjanji untuk pergi dengan orang tuaku”, kata Mesya.
“Baiklah aku akan memaafkanmu”, kata Lili sambil berjabat tangan dan berpelukan. Merekapun saling tersenyum satu sama lain.
“Aha... aku punya ide, bagaimana kalau kita sekarang bermain congklak di rumahku?”, ajak Mesya.
“Wah, aku setuju. Ayo kita bermain congklak di rumahmu”, jawab Lili dengan tersenyum.
“Dirumahku juga masih ada kue yang aku dan orang tuaku beli kemarin”, kata Mesya “dan kuenya enak banget, nanti kamu cobain ya?” lanjut Mesya.
“benarkah, terimakasih Mesya. Ayo kerumahmu aku sudah tidak sabar juga ingin mencoba kue itu”, kata Lili.
Mereka pun berlari-lari menuju rumah Mesya. Disepanjang jalan tak henti-hentinya mereka tertawa-tawa sambil bernyayi dengan riang gembira. Setelah sampai di rumah Mesya, mereka pun bermain congkak bersama tidak ketinggalan ditemani kue manis yang telah disuguhkan.
]TAMAT]

Nama                    : Lina Muti’ah
NIM                     : 1400002048
Tugas                    : Cerita Berantai

Sabtu, 17 Desember 2016

Tugas Resume Metode Perkembangan Perilaku



TUGAS RESUME
Nama               : Lina Muti’ah
NIM                : 1400002048
Prodi               : PG PAUD
Sem./Kelas      : 4/A

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT (AQ) DAN
MINAT BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA PADA SISWA KELAS V SD
DI KELURAHAN PEDUNGAN


Perkembangan jaman pada saat ini dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini membuktikan bahwa kedua hal tersebut memegang peranan penting dalam mengembangkan sumber daya manusia. Adapun cara yang bisa diupayakan yaitu melalui pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha sadar atau kegiatan teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan. Pendidikan formal meneankan proses belajar yang menunjukkan adanya perubahan sifat positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, pengalaman, kecakapan, dan pengetahuan baru. Disini pula muncul parameter keberhasilan yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan yang ditempuh oleh siswa yaitu prestasi belajar. Namun, untuk meraih suatu prestasi belajar membutuhkan suatu proses belajar.
Proses belajar merupakan hal penting, karena melalui belajar individu mengenal lingkungan sekitarnya. Sanjaya (2006:112) berpendapat proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tak dapat dilihat, artinya proses perubahan yang terjadi dalam diri sesorang yang belajar tidak dapat kita saksikan, kita hanya dapat melihat dari gejala – gejala perubahan perilaku yang tampak. Gejala tersebut adalah perubahan prilaku dari hasil belajar itu sendiri, dimana belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Proses belajar akan menghasilkan prestasi belajar. Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intern (intelegensi atau kecerdasan, bakat, minat, motivasi, dan kesehatan mental) dan faktor eksternal (lingkungan rumah, sekolah, masyarakat, dan media masa).
Matematika merupakan bidang studi yang memiliki cakupan luas. Cakupannya meliputi gejala – gejala yang berhubungan dengan angka, sebab-akibat dan lain – lain yang ada dikehidupan manusia di masyarakat (Sumardyono,2004). Pendidikan matematika memiliki tujuan yaitu untuk memahami dan mengaplikasikan konsep matematika dalam kehidupan sehari – hari, menggunakan penalaran pada pola – pola dan sifat matematika, memecahkan masalah yang meliputi kemapuan memahamami masalah merancang model matematika, menyelesaikan model matematika, menyelesaikan dan menafsirkan atau menginterprestasi kansolusi yang diperoleh (ekawati, 2011). Maka dari itu tujuan mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang sepatutnya tidak hanya menjadi teori saja, akan lebih baik jika pembelajaran matematika dibuat lebih bermakna dengan mengaplikasikannya di masyarakat. Sehingga pengetahuan yang didapat tak hanya sebatas teori tetapi telah dipraktekkan. Sehingga prestasi belajar siswa tampak di masyarakat.
Namun saat ini, masyarakat masih berasumsi bahwa tingkat prestasi belajar anak tergantung kecerdasan Intelektual (IQ) saja. Kecerdasan atau intelegensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar dan nantinya akan menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Kenyataannya, yang terjadi saat ini banyak anak yang memiliki IQ tinggi tapi prestasi belajarnya rendah, namun juga ada anak yang memiliki IQ rata-rata bahkan Iqnya rendah tapi justru prestasi belajarnya relatif tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ saja tidaklah menjadi titik pokok prestasi belajar seseorang, namun masih ada faktor lainnya yaitu kecerdasan emosional ( EQ). Berdasarkan penelitian Daniel Goleman, terbukti bahwa orang – orang berhasil 85% adalah karena kecerdasan emosinya baik. Berdasarkan teori Goleman, (dalam Monti, 2003:36) mengemukakan EQ tidak sekedar kemampuan untuk mengendalikan emosi dalam kaitannya dengan hubungan sosial tetapi juga mencakup kemampuan untuk mengendalikan emosi dalam kaitannya dengan pemenuhan psikofisik. Rifameutia (2004:194) menyatakan bahwa dengan kecerdasan emosional yang baik, seseorang akan memiliki kompetensi pribadi maupun kompetensi sosial yang baik. Tetapi, IQ dan EQ saja tidak cukup, karena ada siswa yang memiliki IQ cukup tinggi dan menunjukkan EQ yang baik tetapi prestasinya masih rendah.
Hal ini menunjukkan pula bahwa masih ada kecerdasan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang salah satunya yaitu Adversity Quotient (AQ) yang dicetuskan oleh Paul G. Stoltz (2005). Adversity Quotient (AQ) yang dicetuskan oleh Paul G. Stoltz (2005). Stoltz (2005) mengungkapkan bahwa AQ sebagai kemapuan seseorang dalam mengamati kesulitan dan mengolahkesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki sehingga menjadi sebuah tantangan untuk menyelesaikannya. AQ merupakan teori yang menjembatani IQ dan EQ, teori ini diajukan sebagai prediktor global terhadap kesuksesan. Secara umum, AQ merupakan sifat tahan banting. Konsep kependidikan AQ ini dikatakan dapat menjadi faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dikarenakan AQ merupakan sikap pantang menyerah atau sikap ketahanmalangan. Siswa yang memiliki AQ akan berusaha untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang didapat, sehingga secara tidak langsung siswa tersebut akan berfikir kreatif.
Menurut Stoltz (2005:18), konsep AQ begitu meyakinkan dan membagi manusia dalam tiga kelompok.Untuk memudahkan penjelasannya Stoltz memberikan gambaran, dengan menggunakan terminologi para pendaki gunung. Dalam hal ini, Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga bagian, yaitu: (1) Quitters, (orang yang menyerah) Orang–orang dalam kelompok ini cenderung menolak perubahan karena kapasitasnya yang minimal. Dalam dunia pendidikan yang tergolong quitters adalah siswa yang menyerah dan mudah putus asa dalam menghadapi suatu persoalan yang ditemuinya. Bahkan takut melakukan tindakan atau belajar. Stoltz (2003:38) juga mengungkapkan seseorang atau siswa yang kecenderungan mamiliki sifat quitters menyebabkan mereka mengabaikan, menyembunyikan, atau meninggalkan dorongan inti dasar manusia atau kebutuhan dalam pendidikan. (2) Campers, (orang yang berkemah).Menurut Rifameutia (2004:198) menyebutkan bahwa orang – orang campers masih menunjukkan sejumlah inisiatif, sedkit semangat, dan beberapa usaha. Orang seperti ini lebih memilih situasi aman dan ingin berada di “zona nyaman”. Orang atau siswa yang sebagai campers adalah orang yang sudah berusaha namun, karena ada suatu faktor membuat siswa menjadi menyerah dan kalah atas suatu tantangan. (3) Climbers, (pendaki) Menurut Rifameutia (2004:198) Climbers adalah orang yang mendedikasikan diri untuk terus mendaki. Mereka memikirkan kemungkinan – kemungkinan dan berusaha menempuh kesulitan – kesulitan hidup dengan keberanian dan penuh disiplin. Mereka sering merasa sangat yakin pada sesuatu yang lebih besar daripada diri mereka, tetapi justru keyakinan ini yang membuat mereka bertahan meskipun apa yang hendak dicapai dirasakan menakutkan. Sedangkan menurut Rifameutia (2004:195) adversity dapat dijabarkan sebagai sebagai kondisi dari  ketidak bahagiaan, kesulitan, atau ketidak beruntungan. Dalam bahasa psikologi kata adversity ini sering diterjemahkan sebagai tantangan kehidupan. Jadi AQ merupakan kecerdasan menghadapi keadaan sulit atau kecerdasan dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Minat belajar terdiri dari dua kata, yaitu minat dan belajar. Minat merupakan salah satu faktor internal yang cukup mempengaruhi siswa dalam mecapai suatu prestasi. Berbeda dengan bakat yang dibawa sejak lahir, minat tumbuh seiring dengan masa perkembangan siswa, dan dipengaruhi oleh lingkungan, dorongan orang tua, dan kebiasaan atau adat istiadat. Menurut Slameto (2010:180) minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
Sedangkan belajar menurut McGeoh (dalam Suryabrata 2004:231) adalah merubah prilaku dari praktek atau latihan. Susanto (2013:4) mengemukakan belajar merupakan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relative tetap baik dalam berfikir, merasa, maupun bertindak.
Dari uraian tersebut minat belajar adalah rasa suka yang timbul dari dalam diri seseorang karena adanya ketertarikan terhadap suatu kegiatan pembelajaran yang kemudian dilakukan dan mendatangkan kepuasan dalam dirinya. Seseorang akan lebih termotivasi dan merasa senang terhadap suatu kegiatan apabila di dalam diri telah ada minat. Dalam konsep pendidikan seseorang yang memiliki minat belajar terhadap suatu pelajaran akan lebih tekun mempelajarinya karena dalam dirinya terasa ada kepuasan yang didapat. Dari pengertian diatas terdapat empat dimensi tentang minat yang dikemukakan oleh Kuder (dalam Yusuf, 2011). Keempat dimensi dari minat, yaitu, kesukaan, ketertarikan, perhatian, dan keterlibatan.
Dalam hal ini siswa tidak hanya dituntut untuk memiliki IQ tinggi karena IQ bukan satu – satunya yang menjadi tolak ukur siswa berprestasi melainkan ada faktor lain seperti Adversity Quotient dan minat siswa terutama minat belajar siswa untuk mencapai prestasi belajar. Oleh sebab itu, penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah AQ dan minat berpengaruh secara signifikan dengan prestasi belajar matematika.
Hasil yang diperoleh peneliti yaitu bahwa berbunyi terdapat hubungan yang positif signifikan secara bersama – sama antarA Adversity Quotient (AQ) dan minat belajar dengan prestasi belajar matematika pada siswa kelas V SD di kelurahan Pedungan, Denpasar Selatan tahun 2013/2014. Berdasarkan hasil penelitian dan penghitungan tersebut, didapat bahwa adversity quotient (AQ) memberikan pengaruh atau kontribusi sebesar 27,56% untuk prestasi belajar matematika siswa. Jadi disini untuk menentukan keberhasilan siswa dalam belajar tidak hanya berpatok pada Intellectual Quotientnya (IQ) saja, melainkan ada faktor seperti AQ. AQ merupakan salah satu kecerdasan yang dimiliki sesorang dalam mengatasi kesulitan. AQ merupakan sikap yang menjukkan kemampuan orang untuk bisa mengatasi segala kesulitan, hambatan saat ia mengalami kegagalan. Dalam kehidupan, siswa diharapkan mampu untuk mengembangkan juga AQ yang dimilikinya. Ada beberapa cara untuk mengembangka AQ, yaitu dengan cara yang dikenal dengan LEAD (listening, explore, analyze, do something) maka seiring dengan waktu, AQ siswa akan meningkat dan tentunya akan mempengaruhi prestasi belajar.Semakin tinggi AQ yang dimiliki siswa maka semakin tinggi tinggi pula ketahanmalangan yang dimiliki siswa tersebut jika mendapatkan kesulitan dalam hidupanya serta jika siswa memiliki minat belajar yang semakin tinggi dan meningkat, maka siswa tersebut tidak akan merasa puas tentang apa yang dipelajari dan akan terus belajar untuk memenuhi rasa ingin tahunya.
Penelitian ini juga dilakukan penelitian tentang minat belajar siswa, dan ternyata minat belajar memeberikan sumbangan sebesar 33,06% terdapat hubungan yang positif signifikan anatara minat belajar dengan prestasi belajar matematika pada siswa kelas V SD di kelurahan Pedungan, Denpasar Selatan diterima. Minat merupakan rasa ketertarikan terhadap suatu kegiatan yang timbul dari dalam diri seseorang yang kemudian dilakukan dan mendatangkan kepuasan dalam dirinya. Minat dapat datang dari luar diri siswa, seperti siswa mendapat pujian atas apa yang dikerjakan. Karena pada dasarnya guru dapat memberikan hadiah (reward) secara berkala berupa pujian, ancungan jempol, atau mungkin berupa benda, guru memberikannya karena sudah menganggap siswa yang bersangkutan telah berhasil dengan baik menuntaskan tugas yang telah diberikan. Dari hal tersebut minat belajar dapat mendorong dan memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar lebih giat lagi.
Berdasarkan analisis kedua variabel tersebut, AQ dan minat belajar memberikan sumbangan sebesar 40,38% yang berdasarkan penelitian menyatakan Fhitung sebesar 61,759 dan Ftabel dengan nilai 3,04 yang berarti Fhitung  > Ftabel sedangkan residunya sebesar 59,62% merupakan faktor lain yang menunjang prestasi belajar matematika siswa diluar variabel yang diteliti.

Sumber:
Wardiana, Arya dkk. 2014. HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT (AQ) DAN MINAT BELAJAR DENGAN PRESTASIBELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS V SD DI KELURAHAN PEDUNGAN. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/view/3026. II (1). diakses tanggal 20 Juli 2016.